Kamis, 26 Mei 2011 0 komentar By: Anshar Daenk

Surga Kecil Itu Bernama "Tablanusu"

Tanah Papua Tanah Yang Kaya
Surga Kecil Jatuh ke Bumi
Seluas tanah Sebanyak Batu
Adalah Harta Harapan

Itulah sebaris lagu berjudul “Aku Papua” yang di populerkan  oleh Edo Kondologit. Sebaris lagu yang mengambarkan keindahan Tanah Papua lukisan alam Sang Pencipta. Identitas diri Papua sebagai negeri yang kaya akan keindahan alamnya yang mempesona.

Langit Tablanusu Yang Berwarna-warni Disaat Senja
 Bagi sebagian orang mungkin masih banyak yang berpikir bahwa papua adalah provinsi yang masih primitive dan meragukan untuk dikunjungi. Namun itulah yang kini menjadi cambuk buat Pemerintah Provinsi Papua untuk mengembangkan potensi alam berlimpah  yang Sang Pencipta berikan kepada Tanah Papua. Menyadari akan berlimpahnya potensi wisata alam yang dimiliki ini, maka sejak tahun 2009 Pemerintah Papua membuat suatu terobosan dengan membuat “Kampung Wisata Tablanusu” yang berjarak sekita 50 km dari Bandar Udara Sentani Kabupaten Jayapura atau sekitar 30 menit melalui alat transportasi darat.

Sepanjang perjalanan menuju Kampung Wisata Tablanusu kita akan disuguhi keindahan alam yang memanjakan mata dan membuat kita kagum akan lukisan alam negeri di ufuk timur ini. Selain itu kita juga akan menemui jejak-jejak sejarah tentara sekutu Amerika Serikat saat Perang Dunia II.  Landasan meriam dan dermaga bekas pendaratan tentara sekutu adalah salah satu di antara sisa-sisa Perang Dunia II yang masih dapat dijumpai di sini. Ini salah satu bukti sejarah yang membuat  Kampung Tablanusu sebagai daerah yang sangat berpotensi untuk menjadi “Kampung Wisata”.

Tampak Barisan Honai Yang Berbaris Rapi dan Tampak Bersih
 Tablanusu adalah sebuah Kampung di Distrik Depapre Kabupaten Jayapura. Terletak di pinggiran pantai yang diapit oleh gunung-gunung yang menjulang tinggi. Di sepanjang bibir pantai dan kampung Tablanusu terdapat “batu alam hitam” yang menjadi kelebihan Tablanusu dari kampung lain di Papua dan Indonesia. Tablanusu yang berasal dari kata “Tepuaonusu” yang memiliki arti: Tepera adalah nama salah satu suku asli di Kabupaten Jayapura dan Onusu artinya Turunnya Matahari atau yang lebih popular kita sebut sunset. 

Minggu, 21 November 2010 1 komentar By: Anshar Daenk

Mengejar Petang di Khayangan Api

uyuran hujan menyambut kedatangan kami sore itu di Kota Bojonegoro, hijaunya persawahan seperti tertutup dengan derasnya hujan yang membasahi pematang sawah. Hari ini adalah hari pertama kami di Kota Bojonegoro setelah pagi harinya kami berkunjung ke Kota Tuban.  Semangat kami untuk segera mengeksplor objek wisata Kota Bojonegoro sangat menggebu-gebu , ditambah kami berada di Bojonegoro hanya untuk 1 hari saja.

Jilatan Api yang membara ditengah guyuran hujan yang membasahi Kota Bojonegoro

Setelah menempuh perjalanan sekitar kurang lebih 2 jam dari Kota Tuban dan sempat bertanya kepada warga sekitar, akhirnya kami menemukan juga objek wisata yang siap kami kunjungi di Bojonegoro. Objek wisata tersebut adalah Kayangan Api yang terletak  di Desa Sendang Harjo Kecamatan Ngasem yang berada di tengah-tengah hutan jati dan terletak sekitar 15 kilometer selatan Kabupaten Bojonegoro Jawa Timur.  Kayangan Api merupakan salah satu tempat wisata yang ada di Bojonegoro. Selain mengeluarkan api abadi yang terbesar se-Asia Tenggara, tempat wisata ini juga mengeluarkan semburan api bercampur air yang sering disebut masyarakat sebagai 'air blukuthuk'.

Belajar Kearifan arsitektur Candi Songgoriti

Songgoriti memang terkenal sebagai objek wisata air panas di wilayah kota Wisata Batu. Tapi siapa sangka bahwa selain objek wisata air panas, di kawasan tersebut terdapat pula sebuah objek wisata budaya dalam bentuk candi yang bernama Candi Supo atau yang lebih dikenal dengan sebutan Candi Songgoriti. Tenggelam dalam kepadatan pengunjung wisata pemandian air panas alami Songgoriti, memang keberadaan Candi ini kurang diketahui oleh pengunjung. Bukan hal yang aneh mengingat kondisi Candi tersebut boleh dibilang sudah tinggal separuhnya, bahkan beberapa relief dan arca yang ada sudah tidak utuh lagi.
Candi Songgoriti yang mengalami kerusakan pada beberapa arca dan reliefnya hanya tampak seperti tumpukan batu
Kami pun tidak sengaja mengunjungi candi ini. Tujuan utama kami sebenarnya adalah plesiran ke pemandian air panas alam di Songgoriti, setelah sebelumnya melakukan olahraga adrenalin tubing yang menguras tenaga.  Kurang dari 15 menit, kami pun sampai di kawasan pemandian air panas alami Songgoriti. Sesampai di pintu gerbang pemandian, mata saya tertuju kepada sebuah candi kecil yang kondisinya sudah tidak utuh lagi. Saya tidak menyangka bisa menemukan sebuah candi di dalam kompleks hotel.


Candi yang arsitekturnya mempunyai hiasan berlanggam Jawa Tengah dan begitu kental dengan tipikal bentuk batuan stupa seperti candi agama Hindu lainnya ini terdiri dari kaki candi, tubuh candi dan atap candi. Namun yang tersisa dan masih dapat dilihat sekarang adalah kaki candi dan sebagian tubuh candi yang terbuat dari batu andesit. Sedangkan pondasi candi terbuat dari batu bata. Ukuran candi hanya 14.36 × 10.00 m dan tinggi 2.44 m. Untuk masa pembangunan Candi Songgoriti sendiri belum dapat diketahui dengan pasti, tetapi diduga candi ini berasal dari masa pemerintahan Pu Sindok, yakni masa perpindahan kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur sekitar abad IX - X Masehi.
Kamis, 18 November 2010 0 komentar By: Anshar Daenk

Sensasi dan Legenda Air Terjun Coban Rondo

Deburan butiran-butiran air terjun bebas dan menghasilkan karya alam yang indah
Setelah berapa hari langit dikerudungi oleh mendung dan seakan menjadi sahabat setia perjalanan kami di Kota Malang dan Kota Wisata Batu, kini langit nampak biru dengan gumpalan awannya. Saatnya keluar dari hangatnya pelukan selimut dan mengeksplor objek wisata yang ada di Kota Malang. Setelah mempersiapkan segala perlengkapan yang dibutuhkan, kini saatnya berpetualang.  Angin sejuk semilir khas Batu seakan menuntun kami ke sebuah objek wisata yang menjadi andalan Kota Malang.

Sensasi air terjun Coban Rondo yang tak hanya indah dilihat dari kejauhan. Wisata alam yang terletak Desa Pandansari Kecamatan Pujon, ini lebih eksotis jika dilihat beberapa jengkal dari lokasi jatuhnya air dengan ketinggian sekitar 70 meter itu. Gemuruh suara benturan air dengan batu cadas di bawahnya menambah sensasi semburan air terjun yang terasa seakan mengguyur sekujur tubuh. Berada di lokasi yang agak berjauhan dengan lokasi jatuhnya air pun akan tetap bisa merasakan sensasi ini. Bedanya, suara gemuruh itu hanya terdengar agak lirih.

Belajar di Museum Keraton Sumenep

Apa yang terlintas di benak anda ketika mendengar tentang Sumenep atau Pulau Madura. Pikiran anda pasti tak jauh dari Garam dan Karapan Sapi. Ya, dua hal itulah yang menjadi icon dari Kabupaten Sumenep yang berada di PUlau Madura atau lebih tepanya disisi timur Provinsi Jawa Timur tersebut.

Aku yang sedang berpose di depan Museum Keraton Sumenep beberapa bulan yang lalu
Wilayah Kabupaten Sumenep lumayan cukup luas. Terdiri perbukitan di Asta Tinggi serta daratan rendah di tepi Sungai Salopeng dan Lombang. Membuat kabupaten ini dikarunai potensi wisata yang sangat bagus. Potensi yang tersebar dari tepian sungai di Salopeng hingga di puncak Asta Tinggi.Selain dua hal yang telah saya sebutkan tadi di depan, Sumenep memiliki berbagai macam produk wisata lainnya. Dari yang natural (alam), sosial budaya, sampai yang buatan manusia. Ketiganya menjadi kolaborasi yang cukup menunjang Sumenep sebagai daerah wisata.

Kota Adipura yang Religius

Tugu Adipura yang menjadi kebanggan masyarakat Kota Sumenep
Waktu di jam tangan saya menunjukkan pukul 13:35 WIB saat saya dan rekan saya tiba di Sumenep. Kami yang berangkat dari International Juanda Surabaya menggunakan Avanza hitam  tepat ukul 07:30 membuat kami sangat lapar, tentu saja, 5 jam tanpa asupan makanan. Oleh karena itu saat melintas di sebuah jalan, pendamping kami yang telah diinformasikan oleh panitia detik.com, mengantarkan kami ke sebuah warung yang menjual aneka jenis makanan soto. Dan kami pun tergoda untuk mencicipi kelezatan aneka jenis soto tersebut.

Selama perjalanan, Mas Dodo atau nama lengkapnya Widodo Priyo Wasono (nama pendamping kami) langsung bercerita mengenai Sumenep, keistimewaan dan objek wisata  apa saja yang ada di kota ini. Saat ia bercerita, saya dan rekan pun langsung melahap semua pemandangan yang ada di depan mata. Bersih adalah kata yang paling tepat menurut saya untuk mengungkapkan Sumenep di awal perjalanan ini. Tiada sampah dan bersih, beda dengan Ibukota Jakarta yang menjadi langganan banjir karena banyaknya sampah berserakan dimana-mana.

Rabu, 17 November 2010 4 komentar By: Anshar Daenk

Belajar Mencinta di Kawah Ijen

Sang fajar telah terbangun dari tidurnya saat saya beserta team berangkat mengunjungi kawasan wisata Kawah Ijen, yang berlokasi di Kabupaten Banyuwangi. Untuk menuju ke kawah ijen,  kami memulai perjalanan dari Bondowoso. Kami menempuh jalur ini disebabkan jalur dari Kalibaru mengalami rusak parah dan tidak dapat dilewati oleh kendaraan biasa. Gunung Ijen merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Jawa Timur yang selalu ramai dikunjungi wisatawan domestik maupun mancanegara.  Untuk menuju ke Kawah Ijen, perjalanan akan melintasi keindahan hutan lindung dan perkebunan kopi. Terkadang di sepanjang perjalanan terlihat para pekerja tambang belerang sedang berada dalam kendaraan truk pengangkut menuju ke kawah ijen. 

Kawah Ijen yang sedang mengepulkan asap yang tebal karena hujan yang mengguyur
Akhirnya setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam dari Bondowoso kami pun tiba di kawasan Paltuding,  daerah yang merupakan titik awal menuju ke kawah ijen. Disana terlihat banyak wisatawan mancanegara yang telah menuruni kawasan kawah ijen. Memang biasanya pengunjung memulai pendakian sekitar jam 4 subuh dan turun sekitar jam 8 pagi, untuk menyaksikan matahari terbit (sunrise view) dan juga menghindari terik panas matahari, karena medan hanya bisa dikunjungi dengan jalan kaki sejauh 3 km dengan tanjakan yang sangat terjal.